top of page
Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

LANGIT ATAU LANGIT-LANGIT


Pernahkah kita menginginkan kehidupan yang lebih baik daripada kehidupan saat ini … yang berakhir dengan kita "menekan" hal tersebut karena menyadari kemampuan kita sangat terbatas?


Sebagian besar dari kita mungkin mengalami kejadian di atas dan kemudian membuang jauh-jauh “impian indah” yang diinginkan karena merasa tidak mungkin meraihnya. Apabila keinginan tersebut muncul kembali, kita mencoba meredamnya dengan jurus yang sangat ampuh – bersyukur pada apa yang sudah dimiliki.


Lalu, bagaimana dengan sebagian kecil lainnya yang berhasil mendapatkan kehidupan yang lebih baik? Atau … bagaimana dengan mereka yang berhasil membuat kehidupan orang lain menjadi lebih baik?

Apakah kita berbeda dengan mereka?


Sering kali, kita hanya terpaku pada apa yang dimiliki kemudian lupa bahwa apa yang dimiliki itu adalah hasil dari apa yang dilakukan. Apa yang kita miliki memang terbatas, tetapi apa yang bisa dilakukan ... sangat tak terbatas. Kitalah yang membatasi diri untuk bisa mewujudkan apa yang diinginkan.


Manusia diberikan modal awal yang berbeda-beda, tetapi apa yang dihasilkan oleh diri kita sangatlah tergantung dari apa yang kita lakukan. Mungkin modal awal kita cukup baik bila dibandingkan, misalnya dengan Thomas Alva Edison yang sampai dikeluarkan dari sekolah karena dianggap “bodoh”. Namun, apa yang dilakukan oleh Thomas Alva Edison membuat perbedaan yang sangat luar bisa dengan diri kita. Thomas Alva Edison memiliki penemuan yang sangat banyak sedangkan banyak di antara kita cuma menemukan satu penemuan saja – hidup itu susah.


 

LANGIT – LANGIT

Manusia diciptakan sebagai makhluk yang menjadi ....

sesuatu yang tak terbatas



Untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak bisa dilakukan, kita melakukan sebuah proses yang dinamakan belajar. Proses belajar adalah serangkaian keadaan yang terjadi pada seseorang yang awalnya ia tidak mampu dan tidak menyadari bahwa dirinya tidak mampu sampai akhirnya ia mampu secara otomatis dan menjadikan kemampuan yang dipelajari sebagai bagian dari diri sendiri.


Proses belajar yang paling umum dilakukan saat ini adalah proses belajar-mengajar di sekolah formal. Sebuah proses yang sudah dirancang sedemikian rupa untuk membekali “calon manusia” menjadi manusia seutuhnya. Berdasarkan perancangan tersebut, mulai dari apa yang harus dimiliki pembelajar, tahapan belajar, bagaimana caranya, sampai tempat dan waktu untuk melakukan proses ini pun akhirnya “dibatasi” agar bisa berjalan.


Dalam praktek dunia pendidikan formal saat ini - diakui ataupun tidak - kita melihat suatu pola yang seakan-akan pembelajar adalah sebuah wadah yang akan diisi dengan sejumlah informasi yang perlu diketahui agar mampu melakukan apa yang ingin dicapainya.


Penganggapan pembelajar sebagai wadah, itu menunjukkan anggapan yang menampilkan keterbatasan. Apalagi kita sering kali membatasi kemampuan untuk belajar dengan suatu kemampuan intelektual yang menurut beberapa pakar hanya menyumbang 15% keberhasilan dalam mencapai kesuksesan hidup. Kalaupun memang kemampuan kita terbatas, mengapa kita tidak mau melibatkan kemampuan lainnya yang konon menyumbang 85% keberhasilan?

Karena itu, tidaklah mengherankan bila kita sering mendengar seseorang yang “tidak berhasil” dalam hidupnya mengatakan: “Yah nasib, memang kapasitas saya sih cuma segini gininya.”


Untuk meningkatkan kemampuan yang akan mengisi wadah, kita membutuhkan sumber pengetahuan (informasi) dari berbagai narasumber. Dalam dunia pendidikan formal, kita tahu bahwa ada guru, dosen, dan tenaga kependidikan lain yang bisa membantu. Proses belajar-mengajar tersebut sering kali membatasi “kebenaran” pada apa yang diyakininya sebagai “benar” menurut dirinya sendiri. Sangatlah wajar dengan pola seperti itu, pembelajar akan mempunyai kemampuan yang terbatas. Demikian pula dengan hal- hal lain yang berkaitan dengan pembelajaran formal kita; sumber daya, struktur, tempat, dan waktu. Hal itu yang membuat kita makin membatasi kesempatan kita untuk belajar.


Bila kita setuju bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang tidak terbatas (termasuk di dalamnya menjadi makhluk yang terbatas), bisa jadi keterbatasan yang kita alami ini adalah hasil dari “proses” di atas. Seharusnya, kita perlu menyediakan model-model pembelajaran lainnya agar bisa mendobrak dan terbang - tak terbatas - agar kemampuan kita tidak hanya sebatas langit-langit di ruang sekolah kita.


 

LANGIT


Apakah ada usaha untuk meregang keterbatasan yang sudah menjadi bagian dari diri kita?

Salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah menambah buku bacaan. Kita tidak boleh lagi hanya membaca buku-buku pelajaran yang menjadi subjek pembelajaran kita di sekolah formal, tetapi kita sudah wajib menambah bacaan kita dengan “buku kehidupan”. Ya, kita perlu belajar dari pengalaman hidup baik dari pengalaman hidup sendiri maupun pengalaman hidup orang lain.


Kita mengenal cara belajar dari pengalaman yang disebut sebagai Learning by Doing, yaitu ketika individu belajar dengan cara melakukan hal yang ingin dipelajari. Dengan cara pembelajaran ini, kita mendapatkan pembelajaran yang lebih menyeluruh. Kita mempelajari hal-hal yang belum dikuasai secara langsung dengan umpan balik yang nyata – sebuah hasil. Cara belajar seperti ini cenderung dilakukan untuk kemampuan dengan hasil pembelajaran yang spesifik, seperti kemampuan kita berjalan, menulis, bermain musik, dan sebagainya. Hanya saja, metode ini cenderung tidak digunakan untuk meningkatkan kemampuan di "luar" hal tersebut.


Lalu, adakah cara lain untuk menciptakan dan mewujudkan mimpi-mimpi kita yang tidak terbatas?? Untuk mencari cara belajar yang membuat kita belajar sesuatu tanpa batas, pertama-tama kita harus mencoba mencari kemampuan kita - sebagai manusia - yang juga tidak mempunyai batas. Kemampuan tanpa batas yang dimiliki manusia adalah kemampuan ber”imajinasi”.


Dengan imajinasi yang tanpa batas, manusia mampu menciptakan “mimpi” yang sebelumnya tidak pernah ada - sesuatu yang tak terbatas.

Dengan imajinasinya pula, manusia mampu menghadirkan kembali kejadian yang pernah terjadi, membayangkan prosesnya, sampai memberikan “arti” bagi dirinya dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas. Semua proses yang terjadi itu biasa disebut sebagai kemampuan “refleksi”.


Jadi, sejak awal manusia sudah dilengkapi dengan kemampuan imajinasi yang memungkinkan kita me”mimpi”kan sesuatu yang tak terbatas. Pewujudan impian tersebut melalui sebuah proses belajar yang memanfaatkan kemampuan refleksi untuk mendapatkan kemungkinan yang tak terbatas. Kemampuan atau cara belajar tersebut dikenal sebagai Experiential Learning, yang didefinisikan sebagai learning from reflection on doing.


Sifat dinamis dari metode ini bisa membuat pembelajaran yang terjadi tidak terstruktur dan tidak terencana dengan baik. Oleh sebab itu, fokus sekarang adalah memfasilitasi kebutuhan belajar tersebut dengan menstrukturkan objektif yang ingin dicapai dan membuatnya lebih terencana. Untuk itu juga, hadir program pembelajaran berbasis metode Experiential Learning guna mencapai pertumbuhan kemampuan yang berkesinambungan (continuous growth) dengan hasil yang tidak terbatas.

 

Dalam menjalani hidup, cara yang paling mudah dan efektif adalah dengan cara yang selaras dengan hukum alam, bukan menentang hukum alam. Misalnya, kita lebih mudah mengalirkan air ketempat yang lebih rendah dibandingkan dengan memindahkan air ke tempat yang lebih tinggi. Demikian juga halnya dengan cara belajar kita.


Bila manusia sudah dianugerahkan suatu cara belajar yang membuka kemungkinan yang begitu luas (dengan langit sebagai batasnya), mengapa hanya memilih cara belajar yang dibatasi langit-langit ruang kelas saja? Kita, manusia, adalah satu-satunya makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai kehendak bebas untuk memilih jalan hidupnya. Saya pribadi memilih untuk mengambil pilihan – langit yang menjadi batasnya.



THE SKY IS THE LIMIT.

So, do you want to go beyond?

Use your imagination to set your limitless dreams, and also use your imagination to learn from reflection on what you’ve done,

to find way to make your dreams come true.


Comments


bottom of page